Jakarta, 8 September 2025 — Dalam praktik hukum perdata, sengketa yang paling sering muncul adalah terkait wanprestasi, yaitu keadaan ketika salah satu pihak dalam perjanjian tidak melaksanakan kewajibannya sebagaimana yang disepakati. Di tahun 2025, penyusunan gugatan wanprestasi menjadi semakin penting karena meningkatnya kompleksitas transaksi bisnis, kontrak digital, hingga perjanjian daring.
Artikel ini akan membahas langkah-langkah penyusunan gugatan wanprestasi dalam sengketa perdata, serta memberikan gambaran tentang bagaimana pengadilan menilai surat gugatan perdata wanprestasi.
Memahami Konsep Wanprestasi
Wanprestasi berasal dari kata “wan” (tidak) dan “prestasi” (kewajiban). Artinya, wanprestasi terjadi ketika debitur lalai melaksanakan kewajibannya, baik karena:
- Tidak melakukan apa yang disanggupi.
- Melakukan tapi tidak sesuai dengan perjanjian.
- Terlambat melaksanakan kewajiban.
- Melakukan sesuatu yang dilarang dalam perjanjian.
Dasar hukum wanprestasi diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata), khususnya Pasal 1243 yang menegaskan hak kreditur menuntut ganti rugi.
Struktur Surat Gugatan Wanprestasi
Dalam praktik, pengacara maupun pihak yang berperkara harus menyusun gugatan secara sistematis agar diterima oleh pengadilan. Struktur umumnya meliputi:
1. Identitas Para Pihak
Mencantumkan nama, alamat, serta kapasitas hukum (penggugat atau tergugat). Bagian ini penting untuk menghindari kesalahan subjek hukum yang bisa membuat gugatan dinyatakan tidak sah.
2. Posita (Dasar Gugatan)
Posita berisi uraian kronologi, hubungan hukum antara penggugat dan tergugat, serta fakta-fakta yang mendukung terjadinya wanprestasi. Contohnya, perjanjian jual beli yang tidak dipenuhi atau kontrak kerja sama yang dilanggar.
3. Petitum (Tuntutan)
Berisi permintaan penggugat kepada majelis hakim, seperti:
- Menyatakan tergugat telah melakukan wanprestasi.
- Menghukum tergugat untuk membayar ganti rugi.
- Memerintahkan tergugat melaksanakan prestasi sesuai perjanjian.
- Biaya perkara ditanggung oleh tergugat.
Pada bagian inilah istilah surat gugatan perdata wanprestasi sering digunakan, karena menjadi dokumen resmi yang merepresentasikan klaim hukum penggugat.
Proses Penyusunan Gugatan Tahun 2025
Dengan perkembangan teknologi, penyusunan gugatan di 2025 semakin dipermudah berkat adanya e-court. Mahkamah Agung Indonesia mendorong digitalisasi perkara perdata, termasuk pendaftaran gugatan secara online. Beberapa langkah penting yang perlu diperhatikan:
- Analisis Kontrak – Pastikan kontrak memiliki klausul yang jelas terkait hak dan kewajiban.
- Bukti-Bukti – Sertakan perjanjian tertulis, bukti transfer, korespondensi email, atau chat sebagai bukti terjadinya wanprestasi.
- Rumuskan Kerugian – Nyatakan kerugian materiil maupun immateriil dengan angka yang spesifik.
- Bahasa Hukum yang Tegas – Hindari kalimat ambigu yang dapat melemahkan argumentasi.
- Kesesuaian Format E-Court – Pastikan dokumen digital sesuai standar Mahkamah Agung, mulai dari ukuran, tanda tangan elektronik, hingga biaya perkara.
Pertimbangan Hakim dalam Sengketa Wanprestasi
Hakim tidak hanya menilai isi gugatan, tetapi juga memperhatikan aspek-aspek berikut:
- Apakah perjanjian sah menurut hukum?
- Apakah tergugat benar-benar lalai?
- Apakah ada upaya penyelesaian sebelum masuk ke pengadilan?
- Apakah tuntutan ganti rugi proporsional dengan kerugian?
Dengan demikian, penyusunan gugatan yang rapi dan argumentatif akan meningkatkan peluang keberhasilan.
Kesalahan Umum dalam Penyusunan Gugatan
Banyak gugatan ditolak bukan karena substansi, melainkan karena kesalahan formal. Kesalahan yang sering terjadi meliputi:
- Identitas para pihak tidak lengkap.
- Posita tidak sesuai dengan petitum.
- Tidak adanya perhitungan kerugian yang jelas.
- Tidak melampirkan bukti yang mendukung.
Penggugat harus cermat agar surat gugatan perdata wanprestasi tidak dianggap kabur (obscuur libel) oleh majelis hakim.
Strategi Menghadapi Gugatan Wanprestasi
Selain penggugat, tergugat juga perlu strategi dalam menghadapi gugatan. Beberapa langkah yang dapat dilakukan antara lain:
- Membuktikan telah memenuhi kewajiban.
- Menunjukkan adanya force majeure yang membuat kewajiban tidak bisa dipenuhi.
- Mengajukan eksepsi jika gugatan cacat formil.
Kesimpulan
Penyusunan gugatan wanprestasi dalam sengketa perdata 2025 menuntut ketelitian, kecermatan, dan pemahaman hukum yang baik. Dengan sistem e-court, proses menjadi lebih cepat, tetapi risiko kesalahan formal juga semakin besar. Oleh karena itu, baik penggugat maupun tergugat harus memahami struktur, prosedur, dan strategi hukum yang tepat.
Pada akhirnya, surat gugatan perdata wanprestasi bukan hanya dokumen hukum, tetapi juga representasi dari upaya pencarian keadilan di tengah kompleksitas hubungan hukum modern.
Leave a Reply